AHMAD IQBAL FANANI
Universitas Jember
FIRMA (FA)
a. Pengertian Firma
Pasal 16 KUHD berbunyi : “yang dinamakan persekutuan firma ialah tiap-tiap persekutuan perdata yang didirikan untuk menjalankan perusahaan dengan nama bersama”. Jadi, persekutuan firma adalah persekutuan perdata khusus. Kekhususannya ini terletak pada tiga unsur mutlak sebagai tambahan pada persekutuan perdata, yaitu:
1. Menjalankan perusahaan; (pasal 16 KUHD).
2. Dengan nama bersama atau firma; (pasal 16 KUHD).
3. Pertanggungan jawab sekutu yang bersifat: pribadi untuk keseluruhan (pasal 18 KUHD), istilah belanda: “Hoofdelijk voor het geheel”.
Dengan begitu, persekutuan perdata yang unsur tambahannya kurang dari apa yang tersebut di atas, maka persekutuan perdata itu belum menjadi persekutuan firma, misalnya: persekutuan perdata yang melakukan perusahaan, itu belum menjadi persekutuan firma, masih tetap persekutuan perdata. Karena persekutuan perdata menurut pasal 1618 KUHPER adalah perjanjian yang diadakan oleh dua atau lebih, maka persekutuan firma juga suatu perjanjian yang diadakan oleh dua orang atau lebih. Dua orang tersebut dinamakan “pendiri” persekutuan firma.
(H. Muhammad Noor Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 2, Jakarta: PT. Djambatan, 1991. hal 45).
Menurut Manulang 1975 persekutuan dengan firma adalah persekutuan untuk menjalankan perusahaan dengan memakai nama bersama. Jadi ada beberapa orang yang bersekutu untuk menjalankan suatu perusahaan. Nama perusahaan seperti umumnya adalah nama dari salah seorang sekutu.
Dalam firma semua anggota bertanggung jawab sepenuhnya baik sendiri maupun bersama terhadap utang-utang perusahaan kepada pihak lain. Bila perusahaan mengalami kerugian akan ditanggung bersama, bila perlu dengan seluruh kekayaan pribadi mereka. Firma dapat dibentuk oleh 2 orang atau lebih yang semuanya belum memiliki usaha. Pemiliki firma terdiri dari beberapa orang yang bersekutu dan masing-masing anggota persekutuan menyerahkan kekayaan pribadi sesuai yang tercantum dalam akta pendirian perusahaan.
Firma bukan merupakan badan usaha yang berbadan hukum karena : Tidak ada pemisahan harta kekayaan antara persekutuan dan pribadi sekutu‐sekutu, setiap sekutu bertanggung jawab secara pribadi untuk keseluruhan. Tidak ada keharusan pengesahan akta pendirian oleh Menteri Kehakiman dan HAM Firma berakhir apabila jangka waktu yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir.
(http://qichan.blogspot.com/2010/11/makalah-firma_5766.html diakses pada tanggal 29/7/2012 jam 9:48 AM)
b. Ciri-Ciri Firma
1. Menyelenggarakan perusahaan.
2. Mempunyai nama bersama.
3. Adanya tanggung jawab renteng (tanggung-menanggung).
4. Pada asasnya tiap-tiap pesero dapat mengikat Firma dengan pihak.
(Sentosa Sembiring, Hukum Dagang, Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2004, hal. 22)
Jelas berdasarkan ciri-ciri diatas, di dalam firma semua anggota adalah pemilik yang sekaligus merangkap pengelola yang secara langsung aktif melaksanakan usaha perusahaan. Karena hal tersebut, maka firma memiliki beberapa karakteristik yang berbeda dengan bentuk organisasi perusahaan yang lain. Maka dari itu, Drebin (1982) membagi karakteristik Firma itu menjadi 5 yaitu:
1. Mutual Agency (saling mewakili), setiap anggota dalam menjalankan usaha firma merupakan wakil dari anggota firma yang lain. Apabila ada salah seorang anggota beroperasi dalam bidang usaha firma, maka secara tidak langsung anggota tersebut mewakili anggota firma yang lain.
2. Limited Life (umur terbatas), firma yang didirikan oleh beberapa anggota memiliki umur yang terbatas. Artinya adalah jika ada anggota yang keluar berarti firma tersebut dinyatakan bubar secara hokum, demikian juga apabila ada anggota baru yang bergabung. Firma dinyatakan masih beroperasi atau bubar jika tidak ada perubahan dalam komposisi keanggotaannya.
3. Unlimited Liability (tanggung jawab terhadap kewajiban firma tiak terbatas), tanggung jawab atas hutang tidak terbatas pada kekayaan yang dimiliki firma saja, tapi juga sampai harta milik pribadi para anggota firma. Jadi jika dalam keadaan tertentu firma memiliki hutang pada kreditur dan firma tersebut tidak mampu membayar karena jumlah kekayaan tidak mencukupi maka kreditur berhak menagih kepada para anggota firma sampai harta milik pribadi.
4. Ownership of an Interest in a Partnership, bahwa kekayaan setiap anggota yang sudah ditanamkan dalam firma merupakan kekayaan bersama dan tidak dapat dipisahkan secara jelas. Masing-masing anggota adalah sebagai pemilik bersama atas kekayaan Firma. Tanpa seijin naggota lain, anggota lain tidak boleh menggunakan kekayaan firma. Hak anggota terhadap kekayaan firma akan terlihat dalam saldo modal akhir para anggota firma yang terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut : penanaman modal awal, penanaman modal tambahan, pengambilan prive, penambahan dari pembagian laba, dan pengurangan dari pembagian rugi.
5. Participating in Partnership Profit, laba atau rugi sebagai hasil operasi Firma akan dibagikan kepada setiap anggota firma berdasarkan partisipasi para anggota didalam firma. Jika ada seorang anggota yang aktif menjalankan usaha firma, maka anggota tersebut berhak atas bagian laba yang lebih besar daripada anggota yang lain meskipun modal yang ditanamkan lebih kecil daripada modal yangditanam oleh anggota yang tidak aktif atau dapat ditentukan secara lain atas persetujuan anggota lainnya. Ketentuan mengenai besarnya pembagian laba rugi ini harus dicantumkan secara rinci dan jelas dalam akte pendirian firma tersebut.
Selain Drebin (1982) yang mengemukakan karakteristik Firma seperti diatas, Fischer, Taylor, dan Leer menyatakan bahwa karakteristik firma akan lebih mudah dipahami dengan jelas jika dibandingkan dengan karakteristik perseroan seperti yang tercantum pada table berikut:
Firma
|
Perseroan
| |
1. KESINAMBUNGAN USAHA
|
Umur firma terbatas dan secara hukum dinyatakan bubar jika ada perubahan dalam komposisi sekutu atau anggota, tetapi secara ekonomis dapat terus beroperasi untuk melanjutkan usahanya, tidak perlu dilikuidasi.
|
Umur dianggap tidak terbatas. Perubahan komposisi pemilikan perusahaan tidak mengakibatkan berakhirnya umur poerseroan.
|
2. PERIJINAN PENDIRIAN
|
Diperlukan sedikit prosedur untuk memperoleh formalitas usahanya.
|
Didirikan berdasarkan ijin Negara dan harus taat pada aturan yang telah ditetapkan. Prosedur untuk memperoleh ijin usaha biasanya relatif lama dan sulit.
|
3.TANGGUNG JAWAB PEMILIK TERHADAP HUTANG
|
Tanggung jawab setiap anggota pemilik tidak terbatas, bahkan sampai harta pribadi nya dijaminkan.
|
Kewajiban pemilik (pemegang saham) hanya terbatas sebesar modal yang di tanamkan.
|
4. KETERLIBATAN DALAM PENGELOLAAN PERUSAHAAN
|
Para anggota terlibat aktif dalam pengelolaan firma secara langsung.
|
Pemegang saham bisa tidak aktif dalam pengelolaan perseroan. Mereka memilih dewan direktur untuk melaksanakan pengelolaan langsung terhadap perseroan.
|
Dengan adanya beberapa karakteristik firma dan perbedaan antara firma dengan bentuk perusahaan yang lain, maka jelas sudah bahwa firma memiliki ciri tersendiri. Walaupun tidak bisa dipisahkan antara pemilik dan manajemen dalam firma, namun pengelolaan akuntansi pada firma harus tetap berpedoman pada prinsip akuntansi yang lazim. Yaitu firma merupakan salah satu unit usaha yang berdiri sendiri dan memiliki kedudukan yang terpisah dari pemiliknya (business entity).
(http://qichan.blogspot.com/2010/11/makalah-firma_5766.html diakses pada tanggal 29/7/2012 jam 9:48 AM)
c. Hukum Dasar Firma
Firma harus didirikan dengan akta otentik yang dibuat di muka notaris. Akta Pendirian Firma harus didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Firma yang bersangkutan. Setelah itu akta pendirian harus diumumkan dalam Berita Negara atau Tambahan Berita Negara. Tetapi karena Firma bukan merupakan badan hukum, maka akta pendirian Firma tidak memerlukan pengesahan dari Departemen Kehakiman RI.
Pendirian, pengaturan dan pembubaran Firma diatur di dalam Kitab Undang‐Undang Hukum Dagang (KUHD) (Wetboek van Koophandel voor Indonesie) S.1847-23. Hukum mengenai Firma terdapat dalam bagian 2 dalam KUHD dengan judul “Perseroan Firma Dan Perseroan Dengan Cara meminjamkan Uang Atau Disebut Perseroan Komanditer” yang dimulai dari pasal 16 sampai 35 KUHD.
Pasal 16
(s.d.u. dg. S. 1938-276.) Perseroan Firma adalah suatu perseroan yang didirikan untuk melakukan suatu usaha di bawah satu nama bersama. (KUHD 19 dst., 22 dst., 26-11, 29; Rv.6-5o, 8-2 o, 99.)
Pasal 17
Tiap-tiap persero kecuali yang tidak diperkenankan, mempunyai wewenang untuk bertindak, mengeluarkan dan menerima uang atas nama perseroan, dan mengikat perseroan kepada pihak ketiga, dan pihak ketiga kepada perseroan. tindakan-tindakan yang tidak bersangkutan dengan perseroan, atau yang bagi para persero menurut perjanjian tidak berwenang untuk mengadakannya, tidak dimasukkan dalam ketentuan ini. (KUHPerd. 1632, 1636, 1639, 1642; KUHD 20, 26, 29, 32.)
Pasal 18
Dalam perseroan firma tiap-tiap persero bertanggung jawab secara tanggung renteng untuk seluruhnya atas perikatan-perikatan perseroannya. (KUHPerd.1282, 1642, 1811.)
Pasal 19
Perseroan yang terbentuk dengan cara meminjamkan uang atau disebut juga perseroan komanditer, didirikan antara seseorang atau antara beberapa orang persero yang bertanggung jawab secara tanggung-renteng untuk keseluruhannya, dan satu orang atau lebih sebagai pemberi pinjaman uang. Suatu perseroan dapat sekaligus berwujud perseroan firma terhadap persero-persero firma di dalamnya dan perseroan komanditer terhadap pemberi pinjaman uang. (KUHD. 16, 20, 22 dst.)
Pasal 20
Dengan tidak mengurangi kekecualian yang terdapat dalam pasal 30 alinea kedua, maka nama persero komanditer tidak boleh digunakan dalam firma. (KUHD 19-21.) Persero ini tidak boleh melakukan tindakan pengurusan atau bekerja dalam perusahaan perseroan tersebut, biar berdasarkan pemberian kuasa sekalipun. (KUHD 17, 21, 32.)
Ia tidak ikut memikul kerugian lebih daripada jumlah uang yang telah dimasukkannya dalam perseroan atau yang harus dimasukkannya, tanpa diwajibkan untuk mengembalikan keuntungan yang telah dinikmatinya. (KUHPerd. 1642 dst.)
Pasal 21
Persero komanditer yang melanggar ketentuan-ketentuan alinea pertama atau alinea kedua dari pasal yang lain, bertanggung jawab secara tanggung renteng untuk seluruhnya terhadap semua utang dan perikatan perseroan itu. (KUHD 18.)
Pasal 22
Perseroan-perseroan firma harus didirikan dengan akta otentik, tanpa adanya kemungkinan untuk disangkalkan terhadap pihak ketiga, bila akta itu tidak ada. (KUHPerd. 1868, 1874, 1895, 1898; KUHD 1, 26, 29, 31.)
Pasal 23
Para persero firma diwajibkan untuk mendaftarkan akta itu dalam register yang disediakan untuk itu pada kepaniteraan raad van justitie (pengadilan negeri) daerah hukum tempat kedudukan perseroan itu. (Rv. 82; KUHPerd. 152; KUHD 24, 27 dst., 30 dst., 38 dst.; S. 1946-135 pasal 5.)
Pasal 24
Akan tetapi para persero firma diperkenankan untuk hanya mendaftarkan petikannya saja dari akta itu dalam bentuk otentik. (KUHD 26, 28.)
Pasal 25
Setiap orang dapat memeriksa akta atau petikannya yang terdaftar, dan dapat memperoleh salinannya atas biaya sendiri. (KUHD 38; S. 1851-27 pasal 7.)
Pasal 26
(s.d.u. dg. S. 1938-276.) Petikan yang disebut dalam pasal 24 harus memuat: 1. nama, nama kecil, pekerjaan dan tempat tinggal para persero firma; 2. pernyataan firmanya dengan menunjukkan apakah perseroan itu umum, ataukah terbatas pada suatu cabang khusus dari perusahaan tertentu, dan dalam hal terakhir, dengan menunjukkan cabang khusus itu; (KUHD 17.) 3. penunjukan para persero, yang tidak diperkenankan bertandatangan atas nama firma; 4. saat mulai berlakunya perseroan dan saat berakhirnya; 5. dan selanjutnya, pada umumnya, bagian-bagian dari perjanjiannya yang harus dipakai untuk menentukan hak-hak pihak ketiga terhadap para persero. (KUHD 27 dst.)
Pasal 27
Pendaftarannya harus diberi tanggal dari hari pada waktu akta atau petikannya itu dibawa kepada panitera. (KUHD 23.)
Pasal 28
Di samping itu para persero wajib untuk mengumumkan petikan aktanya dalam surat kabar resmi sesuai dengan ketentuan pasal 26. (Ov. 105; KUHPerd. 444, 1036; KUHD 29, 38.)
Pasal 29
(s.d.u. dg. S. 1938-276.) Selama pendaftaran dan pengumuman belum terjadi, maka perseroan firma itu terhadap pihak ketiga dianggap sebagai perseroan umum untuk segala urusan, dianggap didirikan untuk waktu yang tidak ditentukan dan dianggap tiada seorang persero pun yang dilarang melakukan hak untuk bertindak dan bertanda tangan untuk firma itu.
Dalam hal adanya perbedaan antara yang didaftarkan dan yang diumumkan, maka terhadap pihak ketiga berlaku ketentuan-ketentuan yang berkenaan dengan pasal yang lalu yang dicantumkan dalam surat kabar resmi. (KUHPerd. 1916; KUHD 30 dst., 39.)
Pasal 30
Firma dari suatu perseroan yang telah dibubarkan dapat dilanjutkan oleh seorang atau lebih, baik atas kekuatan perjanjian pendiriannya maupun bila diizinkan dengan tegas oleh bekas persero yang namanya disebut di situ, atau bila dalam hal adanya kematian, para ahli warisnya tidak menentangnya, dan dalam hal itu untuk membuktikannya harus dibuat akta, dan mendaftarkannya dan mengumumkannya dalam surat kabar resmi atas dasar dan dengan cara yang ditentukan dalam pasal 23 dan berikutnya, serta dengan ancaman hukuman yang tercantum dalam pasal 29.
Ketentuan pasal 20 alinea pertama tidak berlaku, jikalau persero yang mengundurkan diri sebagai persero firma menjadi persero komanditer. (KUHPerd. 1651, KUHD 26.)
Pasal 31
Pembubaran sebuah perseroan firma sebelum waktu yang ditentukan dalam perjanjian, atau terjadi karena pelepasan diri atau penghentian, perpanjangan waktu setelah habis waktu yang ditentukan, demikian pula segala perubahan yang diadakan dalam perjanjian yang asli yang berhubungan dengan pihak ketiga, diadakan juga dengan akta otentik, dan terhadap ini berlaku ketentuan-ketentuan pendaftaran dan pengumuman dalam surat kabar resmi seperti telah disebut.
Kelalaian dalam hal itu mengakibatkan, bahwa pembubaran, pelepasan diri, penghentian atau perubahan itu tidak berlaku terhadap pihak ketiga.
Terhadap kelalaian mendaftarkan dan mengumumkan dalam hal perpanjangan waktu
perseroan, berlaku ketentuan-ketentuan pasal 29. (KUHPerd. 1646 dst.; KUHD 22, 26, 30.)
Pasal 32
Pada pembubaran perseroan, para persero yang tadinya mempunyai hak mengurus harus membereskan urusan-urusan bekas perseroan itu atas nama firma itu juga, kecuali bila dalam perjanjiannya ditentukan lain , atau seluruh persero (tidak termasuk para persero komanditer) mengangkat seorang pengurus lain dengan pemungutan suara seorang demi seorang dengan suara terbanyak.
Jika pemungutan suara macet, raad van justitie mengambil keputusan sedemikian yang menurut pendapatnya paling layak untuk kepentingan perseroan yang dibubarkan itu. (KUHPerd. 1652; KUHD 17, 20, 22, 31, 56; Rv. 6-50, 99.)
Pasal 33
Bila keadaan kas perseroan yang dibubarkan tidak mencukupi untuk membayar utang-utang yang telah dapat ditagih, maka mereka yang bertugas untuk membereskan keperluan itu dapat menagih uang yang seharusnya akan dimasukkan dalam perseroan oleh tiap-tiap persero menurut bagiannya masing-masing. (KUHD 18, 22.)
Pasal 34
Uang yang selama pemberesan dapat dikeluarkan dari kas perseroan, harus dibagikan sementara. (KUHD 33.)
Pasal 35
Setelah pemberesan dan pembagian itu, bila tidak ada perjanjian yang menentukan lain, maka buku-buku dan surat-surat yang dulu menjadi milik perseroan yang dibubarkan itu tetap ada pada persero yang terpilih dengan suara terbanyak atau yang ditunjuk oleh raad van justitie karena macetnya pemungutan suara, dengan tidak mengurangi kebebasan para persero atau para penerima hak untuk melihatnya. (KUHPerd. 1801 dst., 1652, 1885; KUHD 12, 56.)
d. Proses Pendirian Firma
Menurut Pasal 16 KUHD jo 1618 KUHPerdata, pendirian Firma tidak disyaratkan adanya akta, tetapi pasal 22 KUHD mengharuskan pendirian Firma itu dengan akta otentik. Namun demikian, ketentuan Pasal 22 KUHD tidak diikuti dengan sanksi bila pendirian Firma itu dibuat tanpa akta otentik. Bahkan menurut pasal ini, dibolehkan juga Firma didirikan tanpa akta otentik. Ketiadaan akta otentik tidak bisa dijadikan argumen untuk merugikan pihak ketiga. Ini menunjukkan bahwa akta otentik tidak menjadi syarat mutlak bagi pendirian Firma, sehingga menurut hukum suatu Firma tanpa akta juga dapat berdiri. Akta hanya diperlukan apabila terjadi suatu proses. Di sini kedudukan akta itu lain dari pada akta dalam pendirian suatu PT. Pada PT, akta otentik merupakan salah satu syarat pengesahan berdirinya PT, karena tanpa akta otentik PT dianggap tidak pernah ada. (Achmad Ichsan, Hukum Dagang: Lambaga Perserikatan, Surat-surat Berharga, Aturan-aturan Pengangkutan, Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 1993, hal. 124)
Secara sepintas dalam pasal 22 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tersebut seolah-olah pendirian Firma harus dengan akta autentik. Namun jika dilihat dalam kalimat selanjutnya, tidak harus dengan akta autentik. Oleh karena itu, dari rumusan pasal 22 di atas, dapat disimpulkan bahwa pendirian Firma bentuknya bebas, dalam arti dapat didirikan dengan akta atau cukup secara lisan. Akan tetapi dalam praktek dibuat dengan akta notaris. Fungsi akta dalam hal ini adalah sebagai alat bukti jika ada perselisihan diantara para pihak, baik ekstern maupun intern Firma.
Adapun latar belakang munculnya pasal 22 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tampaknya pembentuk undang-undang berharap agar :
1. Firma yang didirikan bersifat terang-terangan.
2. Ada kepastian hukum dalam pendirian Firma.
3. Firma sebagai persekutuan menjalankan perusahaan.
4. Perlu ada bukti tulisan.
(Sentosa Sembiring, Hukum Dagang, Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2004, hal. 22)
Setelah akta pendirian diabuat, akta tersebut kemudian didaftarkan ke Kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat. Baru setelah itu diumumkan dalam Berita Negara RI. Disamping itu, untuk memulai berusaha sekutu pendiri harus mengantongi Surat Izin Usaha, Surat Izin Tempat Berusaha dan Surat Izin berhubungan dengan UU Gangguan (Hinder Ordonatie, S.1926/226) bila diperlukan. Kewajiban untuk mendaftarkan dan mengumumkan itu suatu keharusan yang bersanksi, karena selama pendaftaran dan pengumuman belum dilaksanakan, pihak ketiga. Sebenarnya, berdasarkan Pasal 26 dan Pasal 29 KUHD, dikenal dua jenis Firma, yaitu:
a. Firma umum, yakni Firma yang didirikan tetapi tidak didaftarkan serta tidak diumumkan. Firma ini menjalankan segala urusan, didirikan untuk jangka waktu tidak terbatas, dan masing-masing pihak (sekutu) tanpa dikecualikan berhak bertindak untuk dan atas nama Firma.
b. Firma khusus, yakni Firma yang didirikan, didaftarkan serta diumumkan, dan memiliki sifat-sifat yang bertolak belakang dengan Firma umum seperti disebutkan di atas.
Kedudukan akta pendirian (akta notaris) Firma merupakan alat pembuktian utama terhadap pihak ketiga mengenai adanya persekutuan Firma itu. Namun demikian, ketiadaan akta sebagaimana dimaksud di atas tidak dapat dijadikan alasan untuk lepas dari tanggung jawab atau dengan maksud merugikan pihak ketiga. Dalam keadaan ini, pihak ketiga dapat membuktikan adanya persekutuan Firma dengan segala macam alat pembuktian biasa, seperti surat-surat, saksi dan lain-lain.
· Tanggungjawab Sekutu Baru
Persekutuan Firma dimungkinkan menambah sekutu baru. Tetapi semua itu harus berdasarkan persetujuan bulat semua sekutu lama (Pasal 1641 KUHPerdata). Sedapat mungkin, ketentuan mengenai keluar-masuknya sekutu diatur dalam perjanjian pendirian (akta otentik) Firma. Lain lagi halnya dengan sekutu pengganti, penggantian kedudukan sekutu selama sekutu tersebut masih hidup, pada dasarnya tidak diperbolehkan, kecuali hal itu diatur lain dalam perjanjian pendirian Firma.
Secara umum ada dua macam tanggung jawab sekutu-sekutu Firma, yaitu:
1. Tanggung jawab tidak terbatas, artinya apabila Firma bangkrut dan harta bendanya tidak memadai untuk membayar utang-utang Firma, maka harta benda pribadi para sekutu bisa disita untuk dilelang, dipakai untuk membayar utang-utang Firma. Jadi, selain kehilangan modal dalam Firma, anggota Firma bisa juga kehilangan harta benda pribadi. Dengan kata lain, bila Firma jatuh pailit, ada kemungkinan anggotanya ada yang terseret pailit. Sebaliknya, bila sekutunya ada yang pailit, belum tentu Firma harus terseret pailit. Mungkin hanya harus dikeluarkan dari Firma dan kekayaannya yang di Firma (modal dan keuntungan) harus dibayarkan.
2. Tanggung jawab solider. Tanggung jawab ini khususnya terletak dalam hubungan keuangan dengan pihak luar. Sekutu Firma bertanggung jawab penuh atas perjanjian-perjanjian yang ditutup oleh rekannya untuk dan atas nama Firma. Orang luar yang mengadakan perjanjian dengan sekutu itu boleh menuntut salah seorang sekutu, boleh pula menuntut semua anggota sekaligus sampai kepada harta benda pribadinya.
(Iting Partadireja, Pengetahuan dan Hukum Dagang, Jakarta: Erlangga,1978, hal. 48)
e. Pendaftaran Firma
Dalam pasal 23 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang disebutkan :
Para persero Firma diharuskan untuk mendaftarkan akta pendirian di kepaniteraan Pengadilan Negeri yang dalam daerah hukumnya Firma bertempat kedudukan.
Yang perlu didaftarkan adalah ikhtisar pendiraan Firma. Dalam pasal 29 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ditegaskan selama pendaftaran dan pengumuman belum dilaksanakan, perseroan firma dianggap sebagai :
1. Perseraon Umum.
2. Didirikan untuk waktu tidak terbatas.
3. Seolah-olah tidak ada seorang persero pun yang dikecualikan dari hak bertindak perbuatan hukum dan hak menandatangani untuk firma.
Masalah hubungan ekstern Firma dijelaskan dalam pasal 17 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang yang mengemukakan pada asanya berlaku pemberian kuasa timbal-balik dalam arti setiap pesero adalah pengurus.
(Sentosa Sembiring, Hukum Dagang, Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2004, hal. 23)
f. Proses Pembubaran Firma
Pengaturan Firma dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak hanya mengatur mengenai pendirian Firma, tetapi telah mengatur hingga mengenai pembubaran Firma. Pembubaran Firma telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang terutama di dalam Pasal 31 hingga Pasal 35, yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Perubahan harus dinyatakan dengan data otentik.
2. Perubahan akta harus didaftarkan kepada Panitra Pengadilan Negri;
3. Perubahan akta harus diumumkan dalam berita negara;
4. Perubahan akta yang tidak diumumkan akan mengikat pihak ketiga;
5. Pemberesan oleh persero adalah pihak lain yang disepakati atau yang ditunjuk oleh Pengadilan.
Cara Pembubarannya :
1. Dengan akta otentik (Notaris) supaya tidak ada yang dapat dituntut karena nama-namanya jelas.
2. Di daftarkan ke Paniteraan Pengadilan Negri.
3. Diumumkan di Tambahan Berita Negara.
DAFTAR PUSTAKA
A. Undang-Undang
---------Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
---------Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
B. Buku
Sentosa Sembiring, Hukum Dagang, Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2004.
H. Muhammad Noor Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 2,
Jakarta: PT. Djambatan, 1991.
Achmad Ichsan, Hukum Dagang: Lambaga Perserikatan, Surat-surat Berharga, Aturan-aturan Pengangkutan, Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 1993.
Iting Partadireja, Pengetahuan dan Hukum Dagang, Jakarta: Erlangga,1978.