Universitas Jember
FIRMA (FA)
a. Pengertian
Firma
Pasal 16 KUHD berbunyi : “yang
dinamakan persekutuan firma ialah tiap-tiap persekutuan perdata yang didirikan
untuk menjalankan perusahaan dengan nama bersama”. Jadi, persekutuan firma
adalah persekutuan perdata khusus. Kekhususannya ini terletak pada tiga unsur
mutlak sebagai tambahan pada persekutuan perdata, yaitu:
1.
Menjalankan perusahaan; (pasal 16 KUHD).
2.
Dengan nama bersama atau firma; (pasal 16 KUHD).
3.
Pertanggungan jawab sekutu yang bersifat: pribadi
untuk keseluruhan (pasal 18 KUHD), istilah belanda: “Hoofdelijk voor het
geheel”.
Dengan begitu, persekutuan perdata yang unsur
tambahannya kurang dari apa yang tersebut di atas, maka persekutuan perdata itu
belum menjadi persekutuan firma, misalnya: persekutuan perdata yang melakukan
perusahaan, itu belum menjadi persekutuan firma, masih tetap persekutuan
perdata. Karena persekutuan perdata menurut pasal 1618 KUHPER adalah perjanjian
yang diadakan oleh dua atau lebih, maka persekutuan firma juga suatu perjanjian
yang diadakan oleh dua orang atau lebih. Dua orang tersebut dinamakan “pendiri”
persekutuan firma.
(H. Muhammad Noor Purwosutjipto,
Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 2, Jakarta: PT. Djambatan, 1991. hal
45).
Menurut Manulang 1975 persekutuan dengan firma adalah
persekutuan untuk menjalankan perusahaan dengan memakai nama bersama. Jadi ada
beberapa orang yang bersekutu untuk menjalankan suatu perusahaan. Nama
perusahaan seperti umumnya adalah nama dari salah seorang sekutu.
Dalam firma semua anggota bertanggung jawab sepenuhnya baik
sendiri maupun bersama terhadap utang-utang perusahaan kepada pihak lain. Bila
perusahaan mengalami kerugian akan ditanggung bersama, bila perlu dengan
seluruh kekayaan pribadi mereka. Firma dapat dibentuk oleh 2 orang atau lebih
yang semuanya belum memiliki usaha. Pemiliki firma terdiri dari beberapa orang
yang bersekutu dan masing-masing anggota persekutuan menyerahkan kekayaan
pribadi sesuai yang tercantum dalam akta pendirian perusahaan.
Firma bukan merupakan badan usaha yang berbadan hukum karena
: Tidak ada pemisahan harta kekayaan antara persekutuan dan pribadi sekutu‐sekutu, setiap sekutu bertanggung
jawab secara pribadi untuk keseluruhan. Tidak ada keharusan pengesahan akta
pendirian oleh Menteri Kehakiman dan HAM Firma berakhir apabila jangka waktu
yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir.
(http://qichan.blogspot.com/2010/11/makalah-firma_5766.html
diakses pada tanggal 29/7/2012 jam 9:48 AM)
b. Ciri-Ciri Firma
1.
Menyelenggarakan
perusahaan.
2.
Mempunyai
nama bersama.
3.
Adanya
tanggung jawab renteng (tanggung-menanggung).
4.
Pada
asasnya tiap-tiap pesero dapat mengikat Firma dengan pihak.
(Sentosa Sembiring, Hukum Dagang, Bandung: PT.Citra Aditya
Bakti, 2004, hal. 22)
Jelas berdasarkan ciri-ciri diatas, di dalam firma semua
anggota adalah pemilik yang sekaligus merangkap pengelola yang secara langsung
aktif melaksanakan usaha perusahaan. Karena hal tersebut, maka firma memiliki
beberapa karakteristik yang berbeda dengan bentuk organisasi perusahaan yang
lain. Maka dari itu, Drebin (1982) membagi
karakteristik Firma itu menjadi 5 yaitu:
1. Mutual
Agency (saling mewakili), setiap anggota dalam menjalankan usaha firma merupakan wakil
dari anggota firma yang lain. Apabila ada salah seorang anggota beroperasi
dalam bidang usaha firma, maka secara tidak langsung anggota tersebut mewakili
anggota firma yang lain.
2. Limited
Life (umur terbatas), firma
yang didirikan oleh beberapa anggota memiliki umur yang terbatas. Artinya
adalah jika ada anggota yang keluar berarti firma tersebut dinyatakan bubar
secara hokum, demikian juga apabila ada anggota baru yang bergabung. Firma
dinyatakan masih beroperasi atau bubar jika tidak ada perubahan dalam komposisi
keanggotaannya.
3. Unlimited
Liability (tanggung jawab terhadap kewajiban firma tiak terbatas), tanggung jawab atas hutang tidak
terbatas pada kekayaan yang dimiliki firma saja, tapi juga sampai harta milik
pribadi para anggota firma. Jadi jika dalam keadaan tertentu firma memiliki
hutang pada kreditur dan firma tersebut tidak mampu membayar karena jumlah
kekayaan tidak mencukupi maka kreditur berhak menagih kepada para anggota firma
sampai harta milik pribadi.
4. Ownership
of an Interest in a Partnership, bahwa kekayaan setiap anggota yang sudah ditanamkan dalam
firma merupakan kekayaan bersama dan tidak dapat dipisahkan secara jelas.
Masing-masing anggota adalah sebagai pemilik bersama atas kekayaan Firma. Tanpa
seijin naggota lain, anggota lain tidak boleh menggunakan kekayaan firma. Hak
anggota terhadap kekayaan firma akan terlihat dalam saldo modal akhir para
anggota firma yang terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut : penanaman modal
awal, penanaman modal tambahan, pengambilan prive, penambahan dari pembagian
laba, dan pengurangan dari pembagian rugi.
5. Participating
in Partnership Profit, laba
atau rugi sebagai hasil operasi Firma akan dibagikan kepada setiap anggota
firma berdasarkan partisipasi para anggota didalam firma. Jika ada seorang
anggota yang aktif menjalankan usaha firma, maka anggota tersebut berhak atas
bagian laba yang lebih besar daripada anggota yang lain meskipun modal yang
ditanamkan lebih kecil daripada modal yangditanam oleh anggota yang tidak aktif
atau dapat ditentukan secara lain atas persetujuan anggota lainnya. Ketentuan
mengenai besarnya pembagian laba rugi ini harus dicantumkan secara rinci dan
jelas dalam akte pendirian firma tersebut.
Selain Drebin (1982) yang mengemukakan karakteristik Firma
seperti diatas, Fischer, Taylor, dan Leer
menyatakan bahwa karakteristik firma akan lebih mudah dipahami dengan jelas
jika dibandingkan dengan karakteristik perseroan seperti yang tercantum pada
table berikut:
Firma
|
Perseroan
|
|
1. KESINAMBUNGAN USAHA
|
Umur firma terbatas dan secara
hukum dinyatakan bubar jika ada perubahan dalam komposisi sekutu atau
anggota, tetapi secara ekonomis dapat terus beroperasi untuk melanjutkan
usahanya, tidak perlu dilikuidasi.
|
Umur
dianggap tidak terbatas. Perubahan komposisi pemilikan perusahaan tidak
mengakibatkan berakhirnya umur poerseroan.
|
2.
PERIJINAN PENDIRIAN
|
Diperlukan
sedikit prosedur untuk memperoleh formalitas usahanya.
|
Didirikan berdasarkan ijin Negara
dan harus taat pada aturan yang telah ditetapkan. Prosedur untuk memperoleh
ijin usaha biasanya relatif lama dan sulit.
|
3.TANGGUNG JAWAB PEMILIK TERHADAP
HUTANG
|
Tanggung
jawab setiap anggota pemilik tidak terbatas, bahkan sampai harta pribadi nya
dijaminkan.
|
Kewajiban
pemilik (pemegang saham) hanya terbatas sebesar modal yang di tanamkan.
|
4. KETERLIBATAN DALAM PENGELOLAAN
PERUSAHAAN
|
Para
anggota terlibat aktif dalam pengelolaan firma secara langsung.
|
Pemegang
saham bisa tidak aktif dalam pengelolaan perseroan. Mereka memilih dewan
direktur untuk melaksanakan pengelolaan langsung terhadap perseroan.
|
Dengan
adanya beberapa karakteristik firma dan perbedaan antara firma dengan bentuk
perusahaan yang lain, maka jelas sudah bahwa firma memiliki ciri tersendiri.
Walaupun tidak bisa dipisahkan antara pemilik dan manajemen dalam firma, namun
pengelolaan akuntansi pada firma harus tetap berpedoman pada prinsip akuntansi
yang lazim. Yaitu firma merupakan salah satu unit usaha yang berdiri sendiri
dan memiliki kedudukan yang terpisah dari pemiliknya (business entity).
(http://qichan.blogspot.com/2010/11/makalah-firma_5766.html
diakses pada tanggal 29/7/2012 jam 9:48 AM)
c. Hukum
Dasar Firma
Firma harus didirikan dengan akta otentik yang dibuat di
muka notaris. Akta Pendirian Firma harus didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan
Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Firma yang bersangkutan.
Setelah itu akta pendirian harus diumumkan dalam Berita Negara atau Tambahan
Berita Negara. Tetapi karena Firma bukan merupakan badan hukum, maka akta
pendirian Firma tidak memerlukan pengesahan dari Departemen Kehakiman RI.
Pendirian, pengaturan dan pembubaran Firma diatur di dalam
Kitab Undang‐Undang
Hukum Dagang (KUHD) (Wetboek van Koophandel voor Indonesie) S.1847-23. Hukum
mengenai Firma terdapat dalam bagian 2 dalam KUHD dengan judul “Perseroan Firma
Dan Perseroan Dengan Cara meminjamkan Uang Atau Disebut Perseroan Komanditer”
yang dimulai dari pasal 16 sampai 35 KUHD.
Pasal 16
(s.d.u.
dg. S. 1938-276.) Perseroan Firma adalah suatu perseroan yang didirikan untuk melakukan
suatu usaha di bawah satu nama bersama. (KUHD 19 dst., 22 dst., 26-11, 29; Rv.6-5o,
8-2 o, 99.)
Pasal 17
Tiap-tiap
persero kecuali yang tidak diperkenankan, mempunyai wewenang untuk bertindak,
mengeluarkan dan menerima uang atas nama perseroan, dan mengikat perseroan kepada
pihak ketiga, dan pihak ketiga kepada perseroan. tindakan-tindakan yang tidak bersangkutan
dengan perseroan, atau yang bagi para persero menurut perjanjian tidak berwenang
untuk mengadakannya, tidak dimasukkan dalam ketentuan ini. (KUHPerd. 1632,
1636, 1639, 1642; KUHD 20, 26, 29, 32.)
Pasal 18
Dalam
perseroan firma tiap-tiap persero bertanggung jawab secara tanggung renteng
untuk seluruhnya atas perikatan-perikatan perseroannya. (KUHPerd.1282, 1642,
1811.)
Pasal 19
Perseroan
yang terbentuk dengan cara meminjamkan uang atau disebut juga perseroan komanditer,
didirikan antara seseorang atau antara beberapa orang persero yang bertanggung
jawab secara tanggung-renteng untuk keseluruhannya, dan satu orang atau lebih
sebagai pemberi pinjaman uang. Suatu perseroan dapat sekaligus berwujud
perseroan firma terhadap persero-persero firma di dalamnya dan perseroan
komanditer terhadap pemberi pinjaman uang. (KUHD. 16, 20, 22 dst.)
Pasal 20
Dengan
tidak mengurangi kekecualian yang terdapat dalam pasal 30 alinea kedua, maka nama
persero komanditer tidak boleh digunakan dalam firma. (KUHD 19-21.) Persero ini
tidak boleh melakukan tindakan pengurusan atau bekerja dalam perusahaan perseroan
tersebut, biar berdasarkan pemberian kuasa sekalipun. (KUHD 17, 21, 32.)
Ia
tidak ikut memikul kerugian lebih daripada jumlah uang yang telah dimasukkannya
dalam perseroan atau yang harus dimasukkannya, tanpa diwajibkan untuk
mengembalikan keuntungan yang telah dinikmatinya. (KUHPerd. 1642 dst.)
Pasal 21
Persero
komanditer yang melanggar ketentuan-ketentuan alinea pertama atau alinea kedua dari
pasal yang lain, bertanggung jawab secara tanggung renteng untuk seluruhnya
terhadap semua utang dan perikatan perseroan itu. (KUHD 18.)
Pasal 22
Perseroan-perseroan
firma harus didirikan dengan akta otentik, tanpa adanya kemungkinan untuk
disangkalkan terhadap pihak ketiga, bila akta itu tidak ada. (KUHPerd. 1868,
1874, 1895, 1898; KUHD 1, 26, 29, 31.)
Pasal 23
Para
persero firma diwajibkan untuk mendaftarkan akta itu dalam register yang
disediakan untuk itu pada kepaniteraan raad van justitie (pengadilan negeri)
daerah hukum tempat kedudukan perseroan itu. (Rv. 82; KUHPerd. 152; KUHD 24, 27
dst., 30 dst., 38 dst.; S. 1946-135 pasal 5.)
Pasal 24
Akan
tetapi para persero firma diperkenankan untuk hanya mendaftarkan petikannya
saja dari akta itu dalam bentuk otentik. (KUHD 26, 28.)
Pasal 25
Setiap
orang dapat memeriksa akta atau petikannya yang terdaftar, dan dapat memperoleh
salinannya atas biaya sendiri. (KUHD 38; S. 1851-27 pasal 7.)
Pasal 26
(s.d.u.
dg. S. 1938-276.) Petikan yang disebut dalam pasal 24 harus memuat: 1. nama,
nama kecil, pekerjaan dan tempat tinggal para persero firma; 2. pernyataan
firmanya dengan menunjukkan apakah perseroan itu umum, ataukah terbatas pada
suatu cabang khusus dari perusahaan tertentu, dan dalam hal terakhir, dengan
menunjukkan cabang khusus itu; (KUHD 17.) 3. penunjukan para persero, yang
tidak diperkenankan bertandatangan atas nama firma; 4. saat mulai berlakunya
perseroan dan saat berakhirnya; 5. dan selanjutnya, pada umumnya, bagian-bagian
dari perjanjiannya yang harus dipakai untuk menentukan hak-hak pihak ketiga
terhadap para persero. (KUHD 27 dst.)
Pasal 27
Pendaftarannya
harus diberi tanggal dari hari pada waktu akta atau petikannya itu dibawa kepada
panitera. (KUHD 23.)
Pasal 28
Di
samping itu para persero wajib untuk mengumumkan petikan aktanya dalam surat
kabar resmi sesuai dengan ketentuan pasal 26. (Ov. 105; KUHPerd. 444, 1036;
KUHD 29, 38.)
Pasal 29
(s.d.u.
dg. S. 1938-276.) Selama pendaftaran dan pengumuman belum terjadi, maka perseroan
firma itu terhadap pihak ketiga dianggap sebagai perseroan umum untuk segala urusan,
dianggap didirikan untuk waktu yang tidak ditentukan dan dianggap tiada seorang
persero pun yang dilarang melakukan hak untuk bertindak dan bertanda tangan
untuk firma itu.
Dalam
hal adanya perbedaan antara yang didaftarkan dan yang diumumkan, maka terhadap pihak
ketiga berlaku ketentuan-ketentuan yang berkenaan dengan pasal yang lalu yang dicantumkan
dalam surat kabar resmi. (KUHPerd. 1916; KUHD 30 dst., 39.)
Pasal 30
Firma
dari suatu perseroan yang telah dibubarkan dapat dilanjutkan oleh seorang atau
lebih, baik atas kekuatan perjanjian pendiriannya maupun bila diizinkan dengan
tegas oleh bekas persero yang namanya disebut di situ, atau bila dalam hal
adanya kematian, para ahli warisnya tidak menentangnya, dan dalam hal itu untuk
membuktikannya harus dibuat akta, dan mendaftarkannya dan mengumumkannya dalam surat
kabar resmi atas dasar dan dengan cara yang ditentukan dalam pasal 23 dan
berikutnya, serta dengan ancaman hukuman yang tercantum dalam pasal 29.
Ketentuan
pasal 20 alinea pertama tidak berlaku, jikalau persero yang mengundurkan diri sebagai
persero firma menjadi persero komanditer. (KUHPerd. 1651, KUHD 26.)
Pasal 31
Pembubaran
sebuah perseroan firma sebelum waktu yang ditentukan dalam perjanjian, atau terjadi
karena pelepasan diri atau penghentian, perpanjangan waktu setelah habis waktu yang
ditentukan, demikian pula segala perubahan yang diadakan dalam perjanjian yang
asli yang berhubungan dengan pihak ketiga, diadakan juga dengan akta otentik,
dan terhadap ini berlaku ketentuan-ketentuan pendaftaran dan pengumuman dalam
surat kabar resmi seperti telah disebut.
Kelalaian
dalam hal itu mengakibatkan, bahwa pembubaran, pelepasan diri, penghentian atau
perubahan itu tidak berlaku terhadap pihak ketiga.
Terhadap
kelalaian mendaftarkan dan mengumumkan dalam hal perpanjangan waktu
perseroan,
berlaku ketentuan-ketentuan pasal 29. (KUHPerd. 1646 dst.; KUHD 22, 26, 30.)
Pasal 32
Pada
pembubaran perseroan, para persero yang tadinya mempunyai hak mengurus harus membereskan
urusan-urusan bekas perseroan itu atas nama firma itu juga, kecuali bila dalam
perjanjiannya ditentukan lain , atau seluruh persero (tidak termasuk para
persero komanditer) mengangkat seorang pengurus lain dengan pemungutan suara
seorang demi seorang dengan suara terbanyak.
Jika
pemungutan suara macet, raad van justitie mengambil keputusan sedemikian yang menurut
pendapatnya paling layak untuk kepentingan perseroan yang dibubarkan itu. (KUHPerd.
1652; KUHD 17, 20, 22, 31, 56; Rv. 6-50, 99.)
Pasal 33
Bila
keadaan kas perseroan yang dibubarkan tidak mencukupi untuk membayar utang-utang
yang telah dapat ditagih, maka mereka yang bertugas untuk membereskan keperluan
itu dapat menagih uang yang seharusnya akan dimasukkan dalam perseroan oleh
tiap-tiap persero menurut bagiannya masing-masing. (KUHD 18, 22.)
Pasal 34
Uang
yang selama pemberesan dapat dikeluarkan dari kas perseroan, harus dibagikan sementara.
(KUHD 33.)
Pasal 35
Setelah
pemberesan dan pembagian itu, bila tidak ada perjanjian yang menentukan lain, maka
buku-buku dan surat-surat yang dulu menjadi milik perseroan yang dibubarkan itu
tetap ada pada persero yang terpilih dengan suara terbanyak atau yang ditunjuk
oleh raad van justitie karena macetnya pemungutan suara, dengan tidak
mengurangi kebebasan para persero atau para penerima hak untuk melihatnya.
(KUHPerd. 1801 dst., 1652, 1885; KUHD 12, 56.)
d. Proses
Pendirian Firma
Menurut
Pasal 16 KUHD jo 1618 KUHPerdata, pendirian Firma tidak disyaratkan adanya
akta, tetapi pasal 22 KUHD mengharuskan pendirian Firma itu dengan akta
otentik. Namun demikian, ketentuan Pasal 22 KUHD tidak diikuti dengan sanksi
bila pendirian Firma itu dibuat tanpa akta otentik. Bahkan menurut pasal ini, dibolehkan juga Firma didirikan
tanpa akta otentik. Ketiadaan akta otentik tidak bisa dijadikan argumen untuk merugikan pihak
ketiga. Ini menunjukkan bahwa akta otentik tidak menjadi syarat mutlak
bagi pendirian Firma, sehingga menurut
hukum suatu Firma tanpa akta juga dapat berdiri. Akta hanya diperlukan apabila
terjadi suatu proses. Di sini kedudukan akta itu lain dari pada akta dalam
pendirian suatu PT. Pada PT, akta otentik merupakan salah satu syarat
pengesahan berdirinya PT, karena tanpa akta otentik PT dianggap tidak pernah
ada. (Achmad Ichsan, Hukum Dagang: Lambaga Perserikatan,
Surat-surat Berharga, Aturan-aturan Pengangkutan, Jakarta: PT. Pradnya
Paramita, 1993, hal. 124)
Secara
sepintas dalam pasal 22 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tersebut seolah-olah
pendirian Firma harus dengan akta autentik. Namun jika dilihat dalam kalimat
selanjutnya, tidak harus dengan akta autentik. Oleh karena itu, dari rumusan
pasal 22 di atas, dapat disimpulkan bahwa pendirian Firma bentuknya bebas,
dalam arti dapat didirikan dengan akta atau cukup secara lisan. Akan tetapi
dalam praktek dibuat dengan akta notaris. Fungsi akta dalam hal ini adalah
sebagai alat bukti jika ada perselisihan diantara para pihak, baik ekstern
maupun intern Firma.
Adapun latar belakang munculnya pasal 22 Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang tampaknya pembentuk undang-undang berharap agar :
1. Firma yang didirikan bersifat terang-terangan.
2. Ada kepastian hukum dalam pendirian
Firma.
3. Firma sebagai persekutuan
menjalankan perusahaan.
4. Perlu ada bukti tulisan.
(Sentosa Sembiring, Hukum Dagang,
Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2004, hal. 22)
Setelah
akta pendirian diabuat, akta tersebut kemudian didaftarkan ke Kepaniteraan
Pengadilan Negeri setempat. Baru setelah
itu diumumkan dalam Berita Negara RI. Disamping itu, untuk memulai
berusaha sekutu pendiri harus mengantongi Surat Izin Usaha, Surat Izin Tempat
Berusaha dan Surat Izin berhubungan dengan UU Gangguan (Hinder Ordonatie,
S.1926/226) bila diperlukan. Kewajiban untuk mendaftarkan dan mengumumkan itu
suatu keharusan yang bersanksi, karena selama pendaftaran dan pengumuman belum
dilaksanakan, pihak ketiga. Sebenarnya, berdasarkan Pasal 26 dan Pasal 29 KUHD,
dikenal dua jenis Firma, yaitu:
a. Firma
umum, yakni Firma yang didirikan tetapi
tidak didaftarkan serta tidak diumumkan. Firma ini menjalankan segala urusan,
didirikan untuk jangka waktu tidak terbatas, dan masing-masing pihak (sekutu) tanpa dikecualikan berhak bertindak
untuk dan atas nama Firma.
b. Firma
khusus, yakni Firma yang didirikan, didaftarkan serta diumumkan, dan memiliki
sifat-sifat yang bertolak belakang dengan Firma umum seperti disebutkan di
atas.
Kedudukan
akta pendirian (akta notaris) Firma merupakan alat pembuktian utama terhadap
pihak ketiga mengenai adanya persekutuan Firma itu. Namun demikian, ketiadaan
akta sebagaimana dimaksud di atas tidak dapat dijadikan alasan untuk lepas dari
tanggung jawab atau dengan maksud merugikan pihak ketiga. Dalam keadaan ini,
pihak ketiga dapat membuktikan adanya persekutuan Firma dengan segala macam
alat pembuktian biasa, seperti surat-surat, saksi dan lain-lain.
·
Tanggungjawab Sekutu Baru
Persekutuan
Firma dimungkinkan menambah sekutu baru. Tetapi semua itu harus berdasarkan
persetujuan bulat semua sekutu lama (Pasal 1641 KUHPerdata). Sedapat mungkin,
ketentuan mengenai keluar-masuknya sekutu diatur dalam perjanjian pendirian (akta
otentik) Firma. Lain lagi halnya dengan sekutu pengganti, penggantian kedudukan
sekutu selama sekutu tersebut masih hidup, pada dasarnya tidak diperbolehkan,
kecuali hal itu diatur lain dalam perjanjian pendirian Firma.
Secara
umum ada dua macam tanggung jawab sekutu-sekutu Firma, yaitu:
1. Tanggung
jawab tidak terbatas, artinya apabila Firma bangkrut dan harta bendanya tidak
memadai untuk membayar utang-utang
Firma, maka harta benda pribadi para sekutu bisa disita untuk dilelang,
dipakai untuk membayar utang-utang
Firma. Jadi, selain kehilangan modal dalam Firma, anggota Firma bisa juga
kehilangan harta benda pribadi. Dengan kata lain, bila Firma jatuh pailit, ada
kemungkinan anggotanya ada yang terseret pailit. Sebaliknya, bila sekutunya ada
yang pailit, belum tentu Firma harus terseret pailit. Mungkin hanya harus dikeluarkan dari Firma dan kekayaannya yang
di Firma (modal dan keuntungan) harus dibayarkan.
2.
Tanggung jawab solider. Tanggung
jawab ini khususnya terletak dalam hubungan keuangan dengan pihak luar. Sekutu
Firma bertanggung jawab penuh atas perjanjian-perjanjian yang ditutup oleh
rekannya untuk dan atas nama Firma.
Orang luar yang mengadakan perjanjian dengan sekutu itu boleh menuntut salah
seorang sekutu, boleh pula menuntut semua anggota sekaligus sampai kepada harta
benda pribadinya.
(Iting Partadireja,
Pengetahuan dan Hukum Dagang, Jakarta: Erlangga,1978, hal. 48)
e. Pendaftaran Firma
Dalam
pasal 23 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang disebutkan :
Para
persero Firma diharuskan untuk mendaftarkan akta pendirian di kepaniteraan
Pengadilan Negeri yang dalam daerah hukumnya Firma bertempat kedudukan.
Yang perlu didaftarkan adalah ikhtisar pendiraan Firma.
Dalam pasal 29 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ditegaskan selama pendaftaran dan
pengumuman belum dilaksanakan, perseroan firma dianggap sebagai :
1. Perseraon Umum.
2. Didirikan untuk waktu tidak terbatas.
3. Seolah-olah tidak ada seorang
persero pun yang dikecualikan dari hak bertindak perbuatan hukum dan hak
menandatangani untuk firma.
Masalah hubungan ekstern Firma dijelaskan dalam pasal 17
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang yang mengemukakan pada asanya berlaku pemberian kuasa timbal-balik
dalam arti setiap pesero adalah pengurus.
(Sentosa Sembiring, Hukum Dagang,
Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2004, hal. 23)
f. Proses
Pembubaran Firma
Pengaturan Firma dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
tidak hanya mengatur mengenai pendirian Firma, tetapi telah mengatur hingga
mengenai pembubaran Firma. Pembubaran Firma telah diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang terutama di dalam Pasal 31 hingga Pasal 35, yang
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Perubahan harus dinyatakan dengan
data otentik.
2. Perubahan akta harus didaftarkan
kepada Panitra Pengadilan Negri;
3. Perubahan akta harus diumumkan dalam
berita negara;
4. Perubahan akta yang tidak diumumkan
akan mengikat pihak ketiga;
5. Pemberesan oleh persero adalah pihak
lain yang disepakati atau yang ditunjuk oleh Pengadilan.
Cara
Pembubarannya :
1.
Dengan
akta otentik (Notaris) supaya tidak ada yang dapat dituntut karena nama-namanya
jelas.
2.
Di daftarkan ke Paniteraan Pengadilan Negri.
3.
Diumumkan
di Tambahan Berita Negara.
DAFTAR PUSTAKA
A.
Undang-Undang
---------Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang.
---------Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata.
B.
Buku
Sentosa Sembiring, Hukum Dagang, Bandung: PT.Citra Aditya
Bakti, 2004.
H.
Muhammad Noor Purwosutjipto, Pengertian
Pokok Hukum Dagang Indonesia 2,
Jakarta:
PT. Djambatan, 1991.
Achmad Ichsan, Hukum Dagang: Lambaga Perserikatan, Surat-surat Berharga,
Aturan-aturan Pengangkutan, Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 1993.
Iting
Partadireja, Pengetahuan dan Hukum
Dagang, Jakarta: Erlangga,1978.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar